Terdakwa perkara dugaan tindak pidana kekerasan di Rutan Bareskrim Polri yakni Irjen pol Napoleon Bonaparte merasa tak sepakat dengan kesaksian dari korban Muhammad Kosman alias M. Kece dalam sidang, Kamis (19/5/2022). Napoleon menyatakan, banyak pernyataan M. Kece saat duduk sebagai saksi dalam sidang tersebut yang tidak sesuai. Termasuk, pernyataan soal pemukulan yang dilakukan oleh Napoleon secara berulang kepada M. Kece.
"Salah itu keterangan dia, nanti dari saksi (lain) akan tahu, dia banyak bohongnya di sini, patah semua itu," kata Napoleon saat ditemui awak media usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Tak hanya itu, Napoleon juga membantah kalau dirinya disebut membawa handphone saat menjalani masa tahanan di Rutan Bareskrim Polri. Tuduhan itu dilayangkan oleh M. Kece karena melihat ada dua unit handphone di tangan Napoleon saat pertama kali bertemu dengannya di Rutan Bareskrim.
Napoleon mengatakan, pernyataan dari M. Kece yang dialamatkan kepada dirinya itu merupakan kebohongan. "Bohong besar, mana ada boleh HP di Rutan Bareskrim, tanya sama Kabareskrim tanya sama Karutan Bareskrim," ucap Napoleon. Hal itu dapat dibuktikan kata Napoleon, saat para warga binaan termasuk dia masuk ke dalam Rutan Bareskrim Polri yang di mana tak lepas dari penggeledahan.
Adapun beberapa barang pribadi Napoleon yang digeledah dan disita saat itu sebagian besarnya merupakan alat makan. "Saya itu digeledah beberapa barang saya sendok, pisau buat motong itu pun disita sama Provost," kata Napoleon. Pernyataan dari M. Kece kata Napoleon, hanya menyudutkan kalau anggota Polri tidak profesional dalam menjalani hukuman.
"Kamu mau bilang polisi tidak profesional, kalau gitu," tukas Napoleon. Terpidana kasus korupsi red notice Djoko Tjandra sekaligus terdakwa perkara dugaan tindak pidana kekerasan yakni Irjen pol Napoleon Bonaparte, disebut menggunakan handphone saat menjalani masa tahanan di Rutan Bareskrim Polri. Hal itu terungkap berdasarkan pernyataan YouTuber Muhammad Kosman alias M. Kece dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana kekerasan yang dialaminya. Kece dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi.
Pernyataan itu terungkap bermula saat jaksa menanyakan kepada M. Kece terkait reaksi dari Irjen Napoleon Bonaparte atas kontennya yang disebut menodai suatu keyakinan. "Bagaimana reaksi Jenderal (Napoleon) dan choky waktu itu?" tanya jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/5/2022). "Pada saat itu mereka masih diam diam saja. Merekam, karena ada dua HP di situ," kata Kece menjawab pertanyaan jaksa.
Sebagai informasi selain Irjen Napoleon Bonaparte, perkara tindak kekerasan ini juga turut menjerat terdakwa Dedy Wahyudi; Djafar Hamzah; Himawan Prasetyo; Harmeniko alias Choky alias Pak RT yang merupakan sesama tahan di Rutan Bareskrim Polri. Mendengar pernyataan dari M. Kece lantas jaksa kembali menanyakan, kegunaan dari handphone tersebut. "Dua HP?" tanya lagi jaksa.
"Iya di rekam semua pembicaran saya (terkait hadist yang dijadikan konten)," ucap Kece. Tak cukup di situ, jaksa kemudian menanyakan asal muasal keberadaan handphone tersebut. Secara cepat M. Kece menjawab, kedua handphone itu sudah dalam genggaman Napoleon Bonaparte yang juga masih menjabat sebagai perwira tinggi Polri aktif dalam hal ini jenderal bintang dua.
"Oh ada handphone. Dikeluarkan dari kantong siapa?" tanya jaksa. "Ya yang saya tahu dipegang oleh Jenderal," ucap M. Kece. "Dua duanya di tangan jenderal?" tanya jaksa memastikan.
"Iya," ucap M. Kece singkat. Dalam sidang ini, M. Kece juga mengaku tak sekali dipukuli oleh Irjen pol Napoleon Bonaparte saat berada di Rutan Bareskrim Polri. Mulanya, M. Kece menceritakan soal kondisinya setelah dipukuli oleh Irjen Napoleon termasuk beberapa tahanan lain pada 26 Agustus 2021 dini hari.
Singkatnya, setelah mengalami pemukulan, M. Kece lantas tidur untuk istirahat dan terbangun di hari yang sama pada sekitar pukul 15.00 WIB. "Setelah saya babak belur, sudah mereka keluar. Saya disuruh ambil sebuah tikar, langsung saya tidur sampai jam 15.00 siang," kata Kece dalam persidangan. Saat sadarkan diri, Kece mengaku dipanggil oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim Polri untuk dimintai keterangannya soal perkara penistaan agama.
Namun setelah dirinya keluar dari pintu jeruji kamar tahanan nomor 11 kamar yang dihuni M. Kece seketika Kece kembali bertemu dengan Napoleon Bonaparte. "Kemudian jam 15.00 siang saya disuruh keluar oleh penyidik. saya tidak kenal namanya (yang menyuruh) pakai kaos burung merpati, habis di buka saya keluar. saat mau ke luar saya dihajar lagi oleh terdakwa. saya dipukul lagi oleh terdakwa sekitar 2 kali," ucap Kece. Dalam pertemuan itu, Kece mengaku sempat diancam oleh Napoleon Bonaparte untuk tidak menceritakan kasus tersebut kepada penyidik atau siapapun yang dijumpai.
Bahkan Napoleon, mengancam akan membunuh Kece beserta keluarga dengan dalih kalau dia merupakan Perwira Tinggi Aktif Polri berpangkat Irjen dan memiliki banyak anak buah. "Ketemu 'saya perwira aktif kamu jangan macam macam nanti keluarga kamu saya bunuh semua'. saya keluar, bertemu beliau, lalu. Saya polri perwira aktif . Saya polisi anak buah saya banyak nanti keluarga kamu saya bunuh semua," ucap Kece. Adapun pemukulan yang dilakukan Napoleon kata Kece, yakni dengan melakukan tamparan hingga pemukulan dengan tangan terkepal masing masing satu kali.
Akibat pukulan tersebut, bahkan, M. Kece mengaku sempat hampir terjatuh karena terdorong hingga terbentur pintu kamar tahanan. "Kamu jangan macam macam, langsung ditonjok, langsung ditampar, langsung ditonjok sampai saya sempoyongan ke depan, hampir jatoh, saya nyender di pintu kamar," tukas Kece. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Dalam perkara ini, Napoleon didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pasal 170 ayat 2 KUHP ayat 2 pasal itu menyebut pelaku penganiayaan dapat dipenjara maksimal hingga 7 tahun jika mengakibatkan luka pada korban. Napoleon juga didakwa dengan pasal 170 ayat 1. Lalu, pasal 351 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP dan kedua Pasal 351 ayat (1) KUHP. Pasal 351 ayat 1 mengancam pelaku tindak pidana penganiayaan.